Penerimaan Diri
" Bagaimana aku dapat menjadi orang besar seperti tuan ? "
" Mengapa orang besar ? " tanya Sang Guru.
" Menjadi orang itu sudah keberhasilan cukup besar. "
(Sejenak Bijak, Anthony De Mello, Penerbit Kanisius, 1987)
" Bagaimana aku dapat menjadi orang besar seperti tuan ? "
" Mengapa orang besar ? " tanya Sang Guru.
" Menjadi orang itu sudah keberhasilan cukup besar. "
(Sejenak Bijak, Anthony De Mello, Penerbit Kanisius, 1987)
Seorang murid mengaku punya kebiasaan jelek mengulang omongan membicarakan orang.
Guru menjawab nakal : " Mengulang tidak begitu jelek, jikalau engkau tidak mengulang sambil menunjang ! "
(Sejenak Bijak, Anthony De Mello, Penerbit Kanisius, 1987)
(Sejenak Bijak, Anthony De Mello, Penerbit Kanisius, 1987)
Dua penghuni lembaga bisu-tuli bertengkar.
Ketika seorang petugas datang untuk menjernihkan masalah mereka,
salah satu dari orang itu berdiri membelakangi yang lain,
dan tertawa terbahak-bahak.
" Apa yang lucu ? Mengapa kawanmu ini tampak begitu marah ? "
tanya petugas itu dengan bahasa isyarat.
Si bisu itu menjawab,
juga dengan bahasa isyarat, " Karena ia mau menyumpahi saya, tetapi saya tidak mau melihatnya ! "
(Doa Sang Katak 2, Anthony De Mello, Penerbit Kanisius, 1990)
Sebelum pengunjung memutuskan menjadi murid, ia meminta kepastian dari Guru.
" Apa tuan dapat mengajarkan Tujuan hidup manusia kepadaku ? "
" Aku tidak bisa. "
" Atau sekurang-kurangnya artinya ? "
" Aku tidak bisa. "
" Dapatkah tuan menunjukkan kepadaku arti kematian dan arti kehidupan di seberang kubur ? "
" Aku tidak bisa."
Pengunjung pergi menghina.
Para murid merasa kecewa !
Karena cara Guru menampilkan diri kurang menguntungkan namanya.
Kata Guru menghibur, " Apa gunanya mengerti dasar dan makna kehidupan,
bila orang tidak pernah mengenyamnya ?
Aku lebih senang engkau makan jenangmu daripada memikir-mikir maknanya. "
(Sejenak Bijak, Anthony De Mello, Penerbit Kanisius, 1987)